Hidup untuk Membuat Skenario Mati Menjadi Lebih Baik

Hidup untuk Membuat Skenario Mati Menjadi Lebih Baik

Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, ada satu kalimat sederhana namun sarat makna:
“Aku hidup untuk membuat skenario matiku menjadi lebih baik.”

Kalimat ini bukan sekadar ungkapan puitis, melainkan cerminan kesadaran mendalam tentang arti kehidupan dan kematian.


Perjalanan Kesadaran Manusia

Sejak lahir, manusia bukan hanya mengalami pertumbuhan fisik, tetapi juga perkembangan kesadaran.

  • Bayi baru lahir memang hidup, bernapas, dan bergerak, tetapi belum memahami arti diri maupun lingkungannya. Respons mereka masih murni instingtif: lapar → menangis, dingin → gelisah, sentuhan lembut → tenang. Itu adalah refleks, bukan kesadaran.

  • Seiring waktu, bayi mulai menerima data dari lingkungannya: suara, cahaya, wajah, sentuhan. Data yang berulang membentuk pola, lalu berubah menjadi pengetahuan sederhana.

    • Suara ibu = rasa aman.

    • Kehadiran ayah = perhatian.

    • Menangis = ada yang menolong.

Inilah fondasi awal dari kesadaran.


Dari Pengetahuan ke Makna

Pengetahuan tidak berhenti sebagai kumpulan informasi. Ketika manusia menghubungkannya dengan diri, lahirlah makna.

  • Sebuah benda hanyalah benda.

  • Tetapi jika itu hadiah dari orang tercinta, ia menjadi penuh arti.

Dari makna inilah lahir perasaan: sayang, rindu, bahagia, atau sedih ketika kehilangan. Tanpa makna, tidak ada perasaan. Dengan kata lain, perasaan adalah respon terhadap makna yang diberikan manusia pada sesuatu.


Munculnya Kesadaran Diri

Pada tahap berikutnya, manusia mencapai self-awareness atau kesadaran diri.
Seorang anak kecil sekitar usia dua tahun mulai menyadari: “Aku adalah aku, bukan orang lain.”
Contoh sederhana: ia mampu mengenali dirinya di cermin.

Kesadaran ini berkembang seiring bertambahnya pengetahuan, meluasnya makna, dan semakin kompleksnya perasaan. Pada titik ini, manusia tidak hanya tahu bahwa ia ada, tetapi juga menyadari bahwa ia hidup dengan arti, maksud, dan tujuan.


Tahap Tertinggi: Renungan Eksistensial

Tahap tertinggi kesadaran adalah ketika manusia mulai merenungkan keberadaannya:

  • “Mengapa aku hidup?”

  • “Untuk apa aku di sini?”

  • “Ke mana aku akan pergi?”

Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan bahwa manusia tidak lagi hanya bereaksi terhadap dunia, tetapi juga memberi arti pada kehidupannya.

Inilah yang membedakan manusia dengan makhluk lain: kesadaran bukan sekadar melihat dan merasa, melainkan memahami makna dan tujuan di balik setiap pengalaman.


Alur Perjalanan Kesadaran Manusia

Perjalanan kesadaran manusia dapat diringkas dalam alur berikut:

Data → Informasi → Pengetahuan → Makna → Perasaan → Kesadaran.

  • Bayi lahir tanpa pengetahuan dan kesadaran penuh.

  • Melalui pengalaman, ia mengumpulkan data yang menjadi pengetahuan.

  • Pengetahuan memberi makna, makna melahirkan perasaan.

  • Dari perasaan lahirlah kesadaran bahwa manusia benar-benar ada dan hidup.

Dengan kata lain, manusia baru benar-benar sadar ketika ia mampu mengetahui, merasakan, dan memberi arti pada kehidupannya.


Menulis Ending Kehidupan

Jika hidup ini adalah sebuah film, maka kita adalah sutradara sekaligus aktor utama. Setiap keputusan, pengalaman, dan makna yang kita pilih adalah bagian dari naskah. Dan pada akhirnya, kita sedang menyiapkan ending dari film itu.

Kalimat “Aku hidup untuk membuat skenario matiku menjadi lebih baik” mengingatkan kita bahwa hidup bukan semata tentang durasi, tetapi tentang bagaimana kita menulis cerita yang indah, sehingga ketika film berakhir, ending-nya layak ditonton dan dikenang.